Menjadi pemuda muslim yang taat beragama itu biasa-biasa saja. Namun, menjadi
pemuda muslim yang taat beragama, hafal Al-Qur'an, dan mengamalkan isinya, itu
baru luar biasa. Pemuda seperti ini telah mengumpulkan bermacam-macam kebaikan.
Salah satu di antaranya ialah ketika hidupnya bersama Al-Qur'an.
Al-Qur'an sebagai sumber petunjuk dan referensi setiap
muslim sudah seharusnya untuk dibaca berulang kali, dihafalkan, dipelajari, dan
digali makna ayat-ayatnya. Di tangan pemudalah ibadah suci ini begitu esensial.
Karena baik-buruknya umat di masa yang akan datang tergantung pada sejauh mana
kaum pemuda membekali diri dengan Al-Qur’an. Semakin terbekali diri seorang
pemuda dengan Al-Qur'an, semakin baik pula masa depan umat.
Selain itu, masa muda adalah masa keemasan yang dimiliki
oleh setiap individu. Saat-saat pembentukan jati diri, semangat menggebu-gebu,
dan gelora jiwa memuncak. Pantas saja bila Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam sangat memperhatikan kaum muda di zamannya. Suatu saat, Abdullah bin Amr
–radliyallahu ‘anhu- berkata:
«جَمَعْتُ الْقُرْآنَ فَقَرَأْتُهُ كُلَّهُ فِي لَيْلَةٍ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم : إِنِّي أَخْشَى أَنْ يَطُولَ عَلَيْكَ الزَّمَانُ وَأَنْ تَمَلَّ فَاقْرَأْهُ فِي شَهْرٍ فَقُلْتُ دَعْنِي أَسْتَمْتِعْ مِنْ قُوَّتِي وَشَبَابِي قَالَ: فَاقْرَأْهُ فِي عَشْرَةٍ قُلْتُ: دَعْنِي أَسْتَمْتِعْ مِنْ قُوَّتِي وَشَبَابِي قَالَ فَاقْرَأْهُ فِي سَبْعٍ قُلْتُ دَعْنِي أَسْتَمْتِعْ مِنْ قُوَّتِي وَشَبَابِي فَأَبَى»
“Aku telah menghafal seluruh Al-Qur'an, maka aku pun membaca
seluruhnya setiap malam. Melihat hal ini, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam berkata kepadaku, “aku khawatir engkau akan bosan membacanya seiring
dengan berjalannya waktu. Bacalah seluruhnya dalam satu bulan!”
Aku lantas berkata, “biarkanlah aku menikmati kekuatanku dan
masa mudaku!”
“Bacalah seluruhnya dalam sepuluh hari!” ujar Rasulullah.
Aku berkata lagi, “biarkanlah aku menikmati kekuatanku dan
masa mudaku!”
“Bacalah seluruhnya dalam tujuh hari!”
Aku berkata lagi, “biarkanlah aku menikmati kekuatanku dan
masa mudaku!”
Beliau pun menolak untuk memberikanku lagi masa waktu
mengkhatamkan Al-Qur'an.”[1]
Perhatian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga
tercermin ketika menyertakan kaum muda untuk maju berperang, memberikan penjelasan
Al-Qur’an, dan mencontohkan berbagai ibadah. Maka tak heran jika pada era
sahabat setelah Rasulullah wafat ajaran agama masih segar didengar. Secara
umum, Islam juga semakin kuat.
Maka dari itu, peran pemuda dengan Al-Qur'an sebagai
kumpulan firman-firman Sang Pengatur alam semesta sangat dibutuhkan. Umat saat
ini rindu akan kejayaan Islam di zaman dahulu, ketika Al-Qur'an berada pada
dada-dada para sahabat. Mereka tak hanya membacanya, tapi juga menghafalnya,
berpegah teguh terhadapnya dalam berbagai kejadian dan masalah.
Bisa dibayangkan apabila Al-Qur'an berada pada dada-dada
generasi muda saat ini. Dengan mudah mereka akan ingat petunjuk Allah mengenai
berbagai masalah yang ia hadapi. Lebih luas lagi, mereka akan menjadi penggerak
umat di berbagai level manusia dengan semangat Qur’any. Dengan begitu, mereka
telah mengikuti jejak Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan para
sahabatnya radliyallahu ‘anhum.
Sejak zaman para ulama terdahulu, Al-Qur'an selalu
dikedepankan daripada kitab-kitab yang lain. Menghafalnya juga sudah menjadi
prioritas utama daripada menghafal ilmu-ilmu lainnya. Ibn Abdil Bar (wafat
tahun 463 H) mengatakan:
فَأَوَّلُ العِلْمِ حِفْظُ
كِتَابِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَتَفَهُّمُهُ
“Ilmu
yang pertama ialah menghafal kitab Allah ‘Azza wa Jalla (yaitu Al-Qur'an) dan
memahaminya.”[2]
Imam Nawawy (wafat tahun 676 H) juga menyatakan:
كَانَ السَّلَفُ لَا
يَعْلَمُونَ الحَدِيثَ وَالفِقْهَ إِلَّا لِمَنْ يَحْفَظُ القُرْآنَ
“Para
generasi terdahulu tidak mengenal hadis dan fiqh kecuali orang-orang yang telah
menghafal Al-Qur'an.”[3]
Secara spesifik, menghafal Al-Qur’an sudah menjadi kelaziman
untuk menguasai ilmu-ilmu agama. Karena pada dasarnya ilmu-ilmu tersebut
bersumber dari Al-Qur'an. Dengan menghafalnya seseorang akan mudah mengetahui
dasar-dasar ilmu tersebut. Setelah mengetahui dasar-dasarnya, pengembangan
keilmuannya akan terasa lebih ringan.
Para penghafal Al-Qur'an atau huffazh (jamak dari hafizh)
juga terdorong untuk membaca Al-Qur'an berkali-kali. Hal ini membawanya untuk
selalu berdampingan dengan Al-Qur'an dan mengingat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Imam
Nawawy (wafat tahun 676 H) menulis bahwa membaca Al-Qur'an lebih utama daripada
bertasbih (mengucapkan ‘Subhanallah’) dan bertahlil (mengucapkan ‘La
ilaha illallah’).[4]
Ketika seseorang membaca Al-Qur'an –apalagi menghafalnya-
sebenarnya ia sedang mengingat Allah alias berdzikir. Karena apa yang dibacanya
ialah firman-firman Allah Subhanahu wa Ta’ala. Biasanya, hati akan menjadi tenang
dan pikiran akan lebih jernih. Sesuai dengan firman Allah dalam Surat Ar-Ra’d
ayat 28:
أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
“Ingatlah!
Dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.”
Keutamaan menghafal Al-Qur'an juga tersebar di berbagai
hadis Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Disebutkan bahwa para penghafal
Al-Qur’an merupakan keluarga Allah[5],
mereka mendapatkan syafa’at dari Al-Qur'an[6],
mendapatkan posisi yang tinggi di surga[7],
bersama orang-orang mulia di surga[8],
didahulukan untuk menjadi imam sholat[9],
dan lain sebagainya.
Selain mendapatkan berbagai keutamaan di atas, seorang pemuda
yang menyibukkan diri dengan Al-Qur'an mendapatkan keutamaan lainnya. Ia termasuk
dalam salah satu dari tujuh golongan yang dinaungi pada hari kiamat ketika
tidak ada naungan selain naungan-Nya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
menyebutkan salah satu di antaranya ialah pemuda yang tumbuh berkembang dalam
keadaan beribadah kepada Allah[10].
Ketika mengomentari hadis ini, Syekh Dr. Muhammad bin Abdullah ad-Duwaisy
mengatakan:
فَالشَّابُّ الَّذِي
نَشَأَ فِي بُيُوتِ اللهِ وَعَلَى حِفْظِ كِتَابِهِ وَتَدَبُّرِهِ مِنْ أَوْلَى
النَّاسِ بِهَذَا الوَصْفِ (شَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ رَبِّهِ)؛ إِذِ التَّعَبُّدُ
للهِ بِتِلَاوَةِ كِتَابِهِ وَحِفْظِهِ وَتَعَاهُدِهِ مِنْ أَفْضَلِ مَا يَتَقَرَّبُ
بِهِ العَبْدُ إِلَى مَوْلَاهُ.
“Seorang pemuda yang tumbuh berkembang di dalam rumah-rumah
Allah (masjid), menghafal kitab-Nya (Al-Qur’an) dan metadabburinya, lebih layak
untuk memperoleh sifat ini, yaitu pemuda yang tumbuh berkembang dalam keadaan
beribadah kepada Allah. Karena beribadah karena Allah dengan membaca kitab-Nya
serta menghafalnya termasuk perbuatan yang paling utama untuk mendekatkan
seorang hamba kepada Tuhannya[11].
Hal tersebut bisa kita capai dengan menghafal Al-Qur'an
karena Allah atau ikhlas lillahi Ta’ala, bukan karena manusia dengan
mengharapkan pujian atau imbalannya. Mengharap pujian dan imbalan manusia
justru akan membuat kita riya’ dan terjerumus kepada kesyirikan. Salah seorang
sahabat bernama Syaddad bin Aus -radliyallahu ‘anhu- pernah berkata:
كُنَّا نَعُدّ عَلَى
عَهْدِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
أَنَّ الرِّيَاءَ الشِرْكُ الأَصْغَرُ
“Kami menganggap riya’ sebagai syirik kecil
pada zaman Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.”[12]
Berbagai fungsi dan keutamaan menghafal Al-Qur'an di atas
hendaknya bisa menjadi motivasi pemuda masa kini untuk giat menghafal
Al-Qur'an, memahaminya, dan mengamalkan apa yang tertera di dalamnya. Dengan
demikian, ia telah menjadikan Al-Qur'an di dadanya sebagaimana para sahabat. Kejayaan
Islam pun akan semakin dekat. Allahu a’lamu bishshowab.
ditulis oleh: Aqdi Rofiq Asnawi
Mahasiswa Universitas Islam Madinah
ditulis oleh: Aqdi Rofiq Asnawi
Mahasiswa Universitas Islam Madinah
[1]
Sunan Ibn Majah (hadis no. 1346); Musnad Ahmad bin Hambal (hadis no. 6546).
Syu’aib al-Arnaud menyatakan bahwa hadis ini ‘shohih lighairihi’.
[2]
Jami’u Bayanil ‘Ilmy wa Fadhlihi, jilid 2, hal 166.
[3] Al
Majmu’, jilid 1, hal 38.
[4]
At-Tibyan fi Adabi Hamlati-l-Qur’an, hal 29.
[5]
Sunan Ibnu Majah (hadis no. 215), Sunan Kubra Nasai (5/17, hadis no. 8031),
Mustadrak Hakim (1/743, hadis no. 2046). Riwayat hadis ini dari Abdurrahman bin
Budail, dari ayahnya, dari Anas bin Malik dibenarkan oleh Mundzarri dan Albani.
[6]
Shahih Muslim, hadis no. 804.
[7]
Sunan Abu Dawud (hadis no. 1464), Jami’ Tirmidzi (hadis no. 2917), Shahih Ibnu
Hibban (3/43, hadis no. 766). Imam Tirmidzi mengatakan hadis tersebut ‘hasan
shahih’.
[8]
Shahih Bukhari, hadis no. 4937.
[9]
Shahih Muslim, hadis no. 672 dan 673.
[10]
Shahih Bukhari (hadis no. 660), Shahih Muslim (hadis no. 2427), Jami’ Tirmidzi
(hadis no. 2391), Musnad Ahmad (2/439, hadis no. 9663).
[11]
Hifzhul Qur’anil Karim, hal 16.
[12]
Musnad Bazzar (8/406, hadis no. 3481), Mustadrak Hakim (4/365, hadis no. 7937).
MasyaALLAH. Mantap Bro! Semoga banyak pemuda yang hidup bersama Qur'an
ReplyDelete